“Pada
akhir 2009 lalu, telah kelihatan tanda-tanda perubahan konteks
pertanian dan agribisnis secara nasional dan global. Perubahan konteks
ini sudah barang tentu membutuhkan perubahan pendekatan, strategi, dan
program untuk pembangunan sistem dan usaha agribisnis ke depan,” ungkap
Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode
2000–2004, saat diwawancarai AGRINA.
Perubahan konteks yang bagaimana dimaksud?
Sejak krisis moneter lalu sampai pertengahan 2007, pertanian termasuk di dalamnya keseluruhan agribisnis kita dalam konteks excess supply
(tekanan suplai). Saat itu laju pertumbuhan produksi pertanian lebih
besar daripada pertumbuhan permintaan hasil-hasil pertanian. Akibatnya,
harga produk pertanian mengalami stagnasi sangat lama. Pertanian menjadi
bidang yang kurang menguntungkan dan menarik buat para petani khususnya
di bidang pangan.
Dalam
konteks seperti itu, strategi pembangunan pertanian dan sistem
agribisnis lebih ditekankan untuk menanggulangi masalah yang timbul
karena adanya tekanan suplai tadi. Strategi yang diambil adalah memberi
insentif kepada produsen, yakni petani, agar tetap mau berproduksi dan
meningkatkan pendapatannya. Contoh-contoh insentif itu seperti subsidi,
pengurangan pajak, dan bujet untuk pembangunan infrastruktur dan
kelembagaan di bidang pertanian. Di samping itu, para petani juga
dilindungi dari persaingan yang tidak adil di perdagangan internasional.
Apa dampaknya excess demand bagi agribisnis kita?
Excess demand
(tekanan permintaan) dalam pengertian laju pertumbuhan permintaan
hasil-hasil pertanian lebih besar daripada pertumbuhan produksi
pertanian secara nasional dan global. Akibatnya, harga produk pertanian
menjadi meningkat secara luar biasa. Berbeda dengan konteks ekses
suplai, dalam excess demand ini pertanian menjadi lebih diuntungkan, pembangunan pertanian menjadi jauh lebih mudah dibandingkan saat
ekses suplai. Dengan harga yang tinggi, para petani dengan atau tanpa
insentif akan berusaha lebih giat untuk meningkatkan produksi dan
produktivitasnya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan excess demand merupakan kesempatan baru bagi sistem dan usaha agribuisnis di on-farm dan off-farm. Kendati pun demikian, on-farm
agribisnis masih butuh uluran tangan pemerintah karena harga produk
pertanian yang meningkat diikuti juga peningkatan biaya produksi
sehingga adakalanya marjin buat petani akhirnya tidak berubah.
Namun
sebaliknya para konsumen akan sangat menderita khususnya konsumen
miskin termasuk di dalamnya petani miskin. Mereka harus melakukan
penyesuaian yang sangat sulit terhadap kenaikan harga. Jika tidak
pintar-pintar menghadapi masalah excess demand ini dapat mengakibatkan masalah kemiskinan semakin parah, ditambah masalah baru, yakni kelaparan.
Masyarakat
dan pemerintah harus waspada mengenai masalah ini. Pemerintah jangan
terpesona dengan peningkatan Produk Domesik Bruto (PDB) pertanian.
Peningkatan itu sebagian besar disebabkan peningkatan harga sebagai
akibat excess demand tadi, namun ketersediaan produk
pertanian masih menjadi masalah. Dan itu kelihatan dari harga pangan
yang masih terus meningkat, khususnya saat terjadi gangguan alam.
Apa penyebab utamanya?
Penyebab
dari peningkatan pertumbuhan permintaan ini ada 3 hal, yaitu pertama,
pertumbuhan bahan baaakar nabati (BBN) yang menggunakan produk pertanian
dalam jumlah yang jauh lebih besar; kedua pertumbuhan ekonomi yang
spektakuler di China dan India yang mengakibatkan pertumbuhan konsumsi
hasil pertanian yang lebih besar; dan ketiga pertambahan penduduk dunia
termasuk penduduk Indonesia yang membutuhkan bahan makanan lebih banyak.
Dan excess demand itu diperparah lagi karena biaya distribusi yang meningkat sangat tinggi sebagai akibat naiknya harga minyak bumi.
Apa yang perlu dilakukan menghadapi hal tersebut?
Pertama, mencegah excess demand
dengan meningkatkan produksi lebih hebat lagi. Tidak hanya nilai produk
pertanian yang meningkat tapi produksi fisiknya juga harus meningkat.
Kedua, perlu diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan membuat obsesi
terhadap beras bisa dikurangi sehingga memberi fleksibilitas bagi para
konsumen. Untuk itu peningkatan prosesing di off-farm menjadi sangat penting.
Ketiga,
perbaikan infrastruktur untuk distribusi agar daerah-daerah terpencil
tidak mengalami lonjakan harga yang bisa menimbulkan kelaparan lokal dan
regional. Dan keempat, koordinasi antarinstansi di pusat dan antara
pusat dengan daerah yang mengurus masalah pangan ini menjadi lebih
penting. Dalam hal ini peranan Menko Perekonomian dan Menko
Kesejahteraan Rakyat sangat penting karena urusan tersebut tidak bisa
lagi diatasi Departemen Pertanian sendirian. Departemen Pertanian harus
bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Perindustrian, Departemen Perdagangan, Perum Bulog, Departemen
Kesehatan, dan Departemen Sosial.
Sewaktu terjadi ekses suplai pendekatan sektoral pertanian yang dominan bisa dimengerti. Namun sesudah adanya excess demand
maka pendekatan yang sebanding antara produksi dan konsumsi, yakni
sistem pangan menjadi sama pentingnya. Oleh karena itu pendekatan sistem
dan usaha agribisnis pangan menjadi semakin relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar